Pages

Be One Karaoke


Karaoke yang memberikan fasilitas lebih seperti Spa&Message dan potongan harga hingga 30%. Parkiran cukup luas, dekat dengan berbagai tempat yang ramai seperti pasar Caringin, dll.jam buka rata-rata sore. Cukup jauh dari pusat kota sekitar 25 menitan dengan kendaraan bermotor. Dari tempat ini anda bisa mengunjungi berbagai tempat karena jalan Soekarno Hatta cukup panjang seperti Perumahan Batununggal, Pasar Caringin, dll. Semuanya dalam satu jalan. Bisa di tempuh dalam waktu 15 menitan dengan kendaraan bermotor.Karaoke yang memberikan fasilitas lebih seperti Spa&Message dan potongan harga hingga 30%. Parkiran cukup luas, dekat dengan berbagai tempat yang ramai seperti pasar Caringin, dll.jam buka rata-rata sore. Cukup jauh dari pusat kota sekitar 25 menitan dengan kendaraan bermotor. Dari tempat ini anda bisa mengunjungi berbagai tempat karena jalan Soekarno Hatta cukup panjang seperti Perumahan Batununggal, Pasar Caringin, dll. Semuanya dalam satu jalan. Bisa di tempuh dalam waktu 15 menitan dengan kendaraan bermotor.

Alamat :
Jl. Soekarno Hatta no. 316
Bandung Selatan/Regol
No. Telepon: 5205443

Renaissance Executive Karaoke

Renaissance Executive Karaoke


Renaissance Executive Karaoke merupakan tempat hiburan karaoke yang memiliki keistimewaan pada desain interiornya yang bercorak Roman Empire Style, sehingga dapat merasakan kemewahan pada saat memasuki di setiap ruangan karaoke yang terletak di jalan Braga No. 129. Lokasinya berdekatan dengan Hotel Aston yang memiliki gedung paling tinggi sehingga dapat dijadikan sebagai acuan karena sangat mudah diketahui.

Di alamat yang sama juga terdapat hiburan malam discotheque yakni New Caesars Palace dan Entro Lounge. Ketiga tempat hiburan ini memang merupakan hasil dari sebuah konsep yang diberi sebutan "One Stop Entertainment" yang lokasi strategis berada di tengah kota Bandung.

Alamat :
Landmark Building Jalan Braga 129, Bandung
No. Telepon: 4241462, 423391

NAV Karaoke Keluarga

Bagi anda yang lagi berkunjung ke bandung dan ingin mencari hiburan karaoke yang nyaman dibawah ini adalah Daftar Tempat Karaoke di Bandung :

NAV Karaoke Keluarga


Tempat ini cocok untuk Karaokean keluarga dan teman dengan ruangan privat. Harga yang di tawarkan cukup terjangkau. Selain itu, Tempatnya pun nyaman. Tempat karaoke ini sangat ramai pengunjung, apalagi sabtu dan minggu, anda harus cepat-cepat booking tempat bila ingin karaokean disini, karena dapat dipastikan penuh. Cukup jauh dari pusat kota sekitar 30 menitan dengan kendaraan bermotor. Tempat ini dekat dengan Hotel Horison sekitar 15 menit dengan kendaraan bermotor. Parkiran tidak begitu luas.

Alamat:
NAV Karaoke Keluarga
Didalam Plaza Abg
Bandung Utara/Coblong

Landmark Bandung


Setiap kota memiliki identitas kota (landmark) sendiri yang berbeda satu dengan lainnya, baik yang berskala regional, nasional, maupun internasional.
Kota Bandung mempunyai minimal dua identitas kota yang bertaraf internasional, yaitu Gedung Sate dan Kawasan Braga.
Dr.H.P. Berlage (1923), seorang arsitek kenamaan Belanda, menilai Gedung Sate merupakan een groots werk (sebuah karya besar).
Kawasan Braga sudah dikenal para wisatawan asing sejak masa Hindia Belanda dan merupakan salah satu unsur yang menjadikan Kota Bandung menerima julukan Parijs van Java. Kawasan Braga sempat dijuluki De meest Eropeesche winkelstraat van Indie (Kompleks pertokoan Eropa paling terkemuka di Hindia Belanda).
Gedung Sate dibangun pada tahun 1920 – 1924 di Wihelmina Boulevard (sekarang Jalan Diponegoro); peletakan batu pertama oleh Nona Johana Caaatherine Coops, putrid sulung Walikota Bandung B. Coops. dan Nona Petronella Roelofsen yang mewakili Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
 Gedung Sate merupakan karya monumental dari arsitek Ir. Gerber. Gaya arsitekturnya merupakan perpaduan langgam arsitektur tradisional Indonesia dan teknik konstruksi Barat, sehingga disebut Indo Eropeesche ArchitectuurStijln. Arsitektur Gedung Sate merupakan perpaduan antara gaya arsitektur Italia dan Moor dari zaman Renaissance dengan gaya arsitektur Hindu dan Islam. Ornamen berciri tradisional seperti pada candi Hindu terdapat dibagian bawah dinding gedung, sedangkan pada bagian tengahnya ditempatkan menara beratap tumpak seperti meru di Bali, sesuatu yang lazim pada gaya arsitektur Islam.
Ornamen enam tiang dengan bulatan berbetuk mirip tusuk sate ditempatkan pada puncak atap tumpak, sebagai lambing biaya pembangunan Gedung Sate sebesar 6.000.000 Gulden.
Tempo Doeloe gedung ini disebut Gouvernements Bedrijven (GB). Gedung ini kemudian disebut Gedung Sate berdasarkan bentuk ornament pada puncak atap tumpak tersebut. Gedung Sate sekarang menjadi Kantro Gubernur Jawa Barat.
Pemberian teritis (overstek) yang lebar dan selasar  pada lantai dasar sangat disesuaikan dengan iklim tropis, agar sirkulasi udara dan sinar matahari dapat masuk ke dalam bangunan dengan baik.
Atap meru (atap tumpak) pada bangunan utama merupakan vocal point bangunan ini. Rancangan atap itu merupakan upaya memasukan unsure local pada  desain bangunan. Wajah bangunan lebih didominasi dengan rincian (detail) arsitektur Barat seperti lengkung pada jendela dan tiang kecil yang memakai order klasik.
Kawasan Braga

Alun-alun, Merdika Lio, Balubur, Coblong, Dago, Bumiwangi, dan Maribaya sekarang, pada awal tahun 1800 terhubungkan dengan jalan-jalan setapak ke jalan Braga sekarang jalur lalu-lalang itu berhubungan dengan jalan tradisonal pada masa Kerajaan Pajajaran, yang melintasi Sumedanglarang dan Wanayasa. Angkutan penumpang dan hasil bumi, khususnya kopi dari Gudang Kopi (Balaikota sekarang), banyak memanfaatkan jalur tersebut.
Alat angkut umum yang dipergunakan pada saat itu adalah pedati, sehingga jalan itu disebut Karrenweg lebih dikenal kemudian dengan nama Pedatiweg (sekarang Jalan Braga).
Beberapa warung berdinding bamboo dengan atap rumbia dan rumah-rumah yang agak besar telah ada di sepanjang Pedatiweg tahun 1874. Kemudian, menyusul sebuah toko kecil, yang diikuti enam toko lainnya pada tahun 1894.
Asal-usul nama Braga sendiri masih tidak jelas hingga sekarang. Perubahan nama pedatiweg menjadi Bragaweg mungkin akibat ketenaran Toneelvereniging Braga, yang didirikan di Pedatiweg pada tanggal 18 Juni 1882 oleh Asisten Residen Priangan, Pieter Sijthoff. Kemungkinan lain, nama Braga berasal dari kata Bahasa Sunda ‘ngabaraga’ yang menurut seorang sastrawan Sunda, M.A. Salmun, berarti “berjalan di sepanjang sungai”. Letak Pedatiweg memang berdampingan dengan sungai Cikapundung.

Sumber : Album Bandoeng Tempo Doeloe

Peristiwa Bandung Lautan Api

Surat Kabar De Waarheid sebagaimana dikutif Soeara Merdeka Bandung (Juli 1946) memberitahukan bahwa di Downingstreer 10. London, pada awal tahun 1946, Inggris menjanjikan penarikan pasukannya dari Jawa Barat dan menyerahlan Jawa Barat kepada Belanda, yang selanjutnya akan menggunakan sebagai basis militer untuk menghadapi Republik Indonesia.
Kesepakatn dua sekutu Inggris dan NICA (Nederlands Indie Civil Administration) Belanda itu memunculkan perlawanan heroic dari masyarakat dan pemuda pejuang di Bandung, ketika tentara Inggris dan NICA melakukan serangan militer ke Bandung. Tentara sekutu berusaha untuk menguasai Bandung, meskipun harus melanggar hasil perundingan dengan Republik Indonesia.
Agresi militer Inggris dan NICA Belanda  pun memicu tindakan pembumihangusan kota oleh para pejuang dan masyarakat Bandung.
Warga Bandung cinta kotanya yang indah, tetapi lebih cinta kemerdekaan….
Sekarang Bandung telah menjadi lautan api …………………………..
Mari, Bung … Bangun … Kembali ……
Tentara Sekutu dan NICA Belanda, yang menguasai wilayah Bandung Utara (wilayah di utara jalan kereta api yang membelah kota Bandung dari timur ke baratt), memberikan ultimatum (23` Maret 1946) supaya Tentara Republik Indonesia (TRI) mundur sejauh 11 km dari pusat kota (wilayah di selatan jalan kereta api dikuasai TRI) paling lambat pada tengah malam tanggal 24 Maret 1946. Tuntutan itu disetujui Pemerintah Republik Indonesia di Jakarta, padahal Markas Besar di Yogyakarta telah memerintahkan TRI untuk mempertahankan setiap jengkal tanah Bandung. TRI dan masyarakat Bandung memutuskan untuk mundur ke selatan, tetapi sambil membumihanguskan Kota Bandung agar pihak musuh tidak dapat memanfaatkannya.
Pada siang tanggal 24 Maret 1946, TRI dan masyarakat mulai mengosongkan Bandung Selatan dan mengungsi ke selatan kota. Pembakaran diawali pada pukul 21.00 di Indisch Restaurant di utara Alun-alun (BRI Tower sekarang). Para pejuan dan masyarakat membakari bangunan penting di sekitar jalan kerata api dari Ujung Berung hingga Cimahi. Bersamaan dengan itu, TRI melakukan serangan ke wilayah utara sebagai “upacara” pengunduran diri dari Bandung, yang diiringi kobaran api sepanjang 12 km dari timur ke barat Bandung membara bak lautan api dan langit memerah mengobarkan semangat juang. Tekad untuk merebut kembali Bandung muncul di dalam hati setiap pejuang.

Sejarah heroic itu tercatat dalam sejarah bangsa Indonesia sebagai peristiwa Bandung Lautan Api (BLA). Lagu Halo-halo Bandung ciptaan Ismail Marzuki menjadi lagi perjuangan pada saat itu. Akhirnya, NICA Belanda berhasil menguasai Jawa Barat sepenuhnya melalui Perjanjian Renville (17 Januari 1948) yang menekan Pemerintah Republik Indonesia untuk mengosongkan Jawa barat dari seluruh pasukan tentara Indonesia, menyusul kegagalan agresi militer 20 Juli – 4 Agustus 1947. NICA melanggar`gencatan senjata dan terus menggempur basis pertahanan tentara Indonesia hingga Januari 1948. Pasukan Indonesia (Divisi Sliwangi) terpaksa hijrah ke Jawa Tengah pada`tanggal 1 – 22 Pebruari 1948.

 

Sejarah Kota Bandung



Kota Bandung tidak berdiri bersamaan dengan pembentukan Kabupaten Bandung. Kota itu dibangun dengan tenggang waktu sangat jauh setelah Kabupaten Bandung berdiri. Kabupaten Bandung dibentuk pada sekitar pertengahan abad ke-17 Masehi, dengan Bupati pertama tumenggung Wiraangunangun. Beliau memerintah Kabupaten bandung hingga tahun 1681.
Semula Kabupaten Bandung beribukota di Krapyak (sekarang Dayeuhkolot) kira-kira 11 kilometer ke arah Selatan dari pusat kota Bandung sekarang. Ketika kabupaten Bandung dipimpin oleh bupati ke-6, yakni R.A Wiranatakusumah II (1794-1829) yang dijuluki "Dalem Kaum I", kekuasaan di Nusantara beralih dari Kompeni ke Pemerintahan Hindia Belanda, dengan gubernur jenderal pertama Herman Willem Daendels (1808-1811).
Untuk kelancaran menjalankan tugasnya di Pulau Jawa, Daendels membangun Jalan Raya Pos (Groote Postweg) dari Anyer di ujung barat Jawa Barat ke Panarukan di ujung timur Jawa timur (kira-kira 1000 km). Pembangunan jalan raya itu dilakukan oleh rakyat pribumi di bawah pimpinan bupati daerah masing-masing.
Di daerah Bandung khususnya dan daerah Priangan umumnya, Jalan Raya pos mulai dibangun pertengahan tahun 1808, dengan memperbaiki dan memperlebar jalan yang telah ada. Di daerah Bandung sekarang, jalan raya itu adalah Jalan Jenderal Sudirman - Jalan Asia Afrika - Jalan A. Yani, berlanjut ke Sumedang dan seterusnya. Untuk kelancaran pembangunan jalan raya, dan agar pejabat pemerintah kolonial mudah mendatangi kantor bupati, Daendels melalui surat tanggal 25 Mei 1810 meminta Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang untuk memindahkan ibukota kabupaten, masing-masing ke daerah Cikapundung dan Andawadak (Tanjungsari), mendekati Jalan Raya Pos.
Rupanya Daendels tidak mengetahui, bahwa jauh sebelum surat itu keluar, bupati Bandung sudah merencanakan untuk memindahkan ibukota Kabupaten Bandung, bahkan telah menemukan tempat yang cukup baik dan strategis bagi pusat pemerintahan. Tempat yang dipilih adalah lahan kosong berupa hutan, terletak di tepi barat Sungai Cikapundung, tepi selatan Jalan Raya Pos yang sedang dibangun (pusat kota Bandung sekarang). Alasan pemindahan ibukota itu antara lain, Krapyak tidak strategis sebagai ibukota pemerintahan, karena terletak di sisi selatan daerah Bandung dan sering dilanda banjir bila musim hujan.
Sekitar akhir tahun 1808/awal tahun 1809, bupati beserta sejumlah rakyatnya pindah dari Krapyak mendekali lahan bakal ibukota baru. Mula-mula bupati tinggal di Cikalintu (daerah Cipaganti), kemudian pindah ke Balubur Hilir, selanjutnya pindah lagi ke Kampur Bogor (Kebon Kawung, pada lahan Gedung Pakuan sekarang).
Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kota Bandung dibangun. Akan tetapi, kota itu dibangun bukan atas prakarsa Daendels, melainkan atas prakarsa Bupati Bandung, bahkan pembangunan kota itu langsung dipimpin oleh bupati. Dengan kata lain, Bupati R. A. Wiranatakusumah II adalah pendiri (the founding father) kota Bandung. Kota Bandung diresmikan sebagai ibukota baru Kabupaten Bandung dengan surat keputusan tanggal 25 September 1810.